Tuesday, February 16, 2016

MENGENAL 10 DESA ADAT DI INDONESIA

Mengenal 10 Desa Adat Di Indonesia  


AdeevaTravel -Mengenal Desa Adat menjadi tempat yang tepat untuk mengenal lebih dalam budaya dan kehidupan masyarakat setempat. Dengan rumah-rumah yang masih berstruktur tradisional serta pakaian sampai barang-barang yang dipergunakan di kehidupan sehari-hari. 

Buat Anda yang ingin Mengenal Desa Adat Di Indonesia, Berinteraksilah secara langsung dengan masyarakat Desa Adat ini untuk mengetahui secara langsung kehidupan mereka seperti di Desa Adat Kampung Naga, Tasikmalaya, Kampung Tarung di Sumba Barat atau Desa Terunyan di Propinsi Bali.

Berikut Desa Adat Di Indonesia yang perlu Anda sambangi untuk lebih mengenal kehidupan mereka dari dekat.

1. Desa Adat Kampung Naga, Tasikmalaya.



Desa Adat Kampung Naga, Tasikmalaya.

Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, dalam hal ini adalah adat Sunda. Seperti permukiman Badui, Kampung Naga menjadi objek kajian antropologi mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda pada masa peralihan dari pengaruh Hindu menuju pengaruh Islam di Jawa Barat.

Kampung Naga merupakan sebuah kampung adat yang masih lestari. Masyarakatnya masih memegang adat tradisi nenek moyang mereka. Mereka menolak intervensi dari pihak luar jika hal itu mencampuri dan merusak kelestarian kampung tersebut. Namun, asal mula kampung ini sendiri tidak memiliki titik terang. Tak ada kejelasan sejarah, kapan dan siapa pendiri serta apa yang melatarbelakangi terbentuknya kampung dengan budaya yang masih kuat ini. Warga kampung Naga sendiri menyebut sejarah kampungnya dengan istilah "Pareum Obor". Pareum jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, yaitu mati, gelap. Dan obor itu sendiri berarti penerangan, cahaya, lampu. Jika diterjemahkan secara singkat yaitu, Matinya penerangan. Hal ini berkaitan dengan sejarah kampung naga itu sendiri. Mereka tidak mengetahui asal usul kampungnya. Masyarakat kampung naga menceritakan bahwa hal ini disebabkan oleh terbakarnya arsip/ sejarah mereka pada saat pembakaran kampung naga oleh Organisasi DI/TII Kartosoewiryo. Pada saat itu, DI/TII menginginkan terciptanya negara Islam di Indonesia. Kampung Naga yang saat itu lebih mendukung Soekarno dan kurang simpatik dengan niat Organisasi tersebut. Oleh karena itu, DI/TII yang tidak mendapatkan simpati warga Kampung Naga membumihanguskan perkampungan tersebut pada tahun 1956.

2. Desa Adat Kampung Tarung, Sumba Barat



Desa Adat Kampung Tarung, Sumba Barat

Desa adat tempat tinggal suku Loli ini terletak diatas bukit dikelilingi batu-batu besar tak jauh dari pusat ekonomi Waikabubak. Bagi suku Loli desa Tarung tidak hanya merupakan tempat tinggal, tetapi juga berfungsi sebagai institusi sosial dan keagamaan.
Tata letak desa ini terdiri dari rumah-rumah (uma) yang memanjang dibagian tengah perumahan terdapat kuburan megalitik atau makam dari batu yang disebut Waruga. Tat letak tersebut menjadi symbol kosmologi lokal. 


Arsitektur vernakular yang menjadi pencakar langit di Desa Tarung adalah Uma atau rumah adat Sumba dengan struktur segi empat, di atas panggung yang ditopang tonggak-tonggak kayu. Umumnya rumah adat dibangun dengan kerangka utama tiang turus (kambaniru ludungu) sebanyak 4 batang, dan 36 batang tiang (kambaniru) berupa struktur portal dengan sambungan pen umunya memakai kayu mosa, kayu delomera, dan kayu masela. Sedang sambungan atap memakai ikatan baik dengan usuk maupun penutup atap dari ilalang (Imperata cylindrica). 

Sistem struktur yang sederhana ini berkaitan dengan tidak dikenalnya alat pertukangan selain parang dan kampak karena orang Sumba baru mengenal logam ketika Portugis mampir kesana.

3. Desa Adat Terunyan, Bali 



Desa Adat Terunyan, Bali

Terunyan adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, Indonesia. Masyarakat di desa ini mempunyai tradisi pemakaman dimana jenazah yang di makamkan di atas batu besar yang memiliki cekungan 7 buah. 

Adat Desa Terunyan mengatur tata cara menguburkan mayat bagi warganya. Di desa ini ada tiga kuburan (sema) yang diperuntukan bagi tiga jenis kematian yang berbeda. Apabila salah seorang warga Terunyan meninggal secara wajar, mayatnya ditutupi kain putih, diupacarai, kemudian diletakkan tanpa dikubur di bawah pohon besar bernama Taru Menyan, di sebuah lokasi bernama Sema Wayah. Namun, apabila penyebab kematiannya tidak wajar, seperti karena kecelakaan, bunuh diri, atau dibunuh orang, mayatnya akan diletakan di lokasi yang bernama Sema Bantas. Sedangkan untuk mengubur bayi dan anak kecil, atau warga yang sudah dewasa tetapi belum menikah, akan diletakan di Sema Muda (Rumah Miarta Yasa).

Penjelasan mengapa mayat yang diletakan dengan rapi di sema itu tidak menimbulkan bau padahal secara alamiah, tetap terjadi penguraian atas mayat-mayat tersebut ini disebabkan pohon Taru Menyan tersebut, yang bisa mengeluarkan bau harum dan mampu menetralisir bau busuk mayat. Taru berarti pohon, sedang Menyan berarti harum. Pohon Taru Menyan ini, hanya tumbuh di daerah ini. Jadilah Tarumenyan yang kemudian lebih dikenal sebagai Terunyan yang diyakini sebagai asal usul nama desa tersebut.

4. Desa Adat Blahkiuh, Bali



 Desa Adat Blahkiuh, Bali

Desa Adat Blahkiuh merupakan ibu kota dari Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Provinsi Bali yang memiliki aset kesenian yang tersohor di Bali seperti Tari Kecak, Parwa, Arja Basur, Joged Bumbung, dan seni ukiran.

Tempat suci umum yang terdapat di Desa Adat Blahkiuh antara lain Pura Desa, Pura Dalem, Pura Puseh, Pura Dalem Suargan, Pura Dalem Pancer, Pura Dalem Majapahit, Pura Luhur Giri Kusuma

5. Desa Adat Compang Ruteng, Flores



Desa Adat Compang Ruteng, Flores

Desa Compang Ruteng terletak di Desa Pu'u Ruteng, Kecamatan Golo Dukal, Manggarai, Flores, Nus Tenggara Timur. Desa ini dinamai Compang Ruteng karena adanya batu compang itu dan sebuah pohon beringin besar dan tumbuh di tengah-tengah batu compang tersebut, meskipun saat ini pohon beringin tersebut sudah tidak ada lagi dan digantikan dengan pohon dadap.

Desa Compang Ruteng ini masih mempertahankan tradisinya yang eksotis. Salah satu ciri khas di Desa Compang Ruteng ini adalah masih terdapat batu compang, sebutan untuk altar batu yang seringkali ditemukan di halaman rumah adat tradisional masyarakat Manggarai. Salah satu fungsi batu compang ini adalah sebagai tempat untuk menyembelih hewan kurban semisal sapi atau kerbau.

Sebagai desa tradisional, Anda yang datang bisa menikmati eksotisme salah satu kekayaan budaya Indonesia, dengan langsung berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Pengunjung atau wisatawan juga bisa memasuki rumah tradisional yang disebut dengan Rumah Gendang dan mengamati secara detail struktur, karakteristik, atau ciri khas rumah adat masyarakat Manggarai. Pengunjung akan disambut dengan upacara tadisional penyambutan tamu, dan pengunjung harus mematuhi dan mengikuti serangkaian proses ritual masyarakat Manggarai.

6. Desa Adat Pariangan, Tanah Datar



Desa Adat Pariangan, Tanah Datar

Pariangan merupakan nagari di kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Nagari ini terletak di lereng Gunung Marapi pada ketinggian 500-700 meter di atas permukaan laut. Menurut Tambo Minangkabau Pariangan merupakan nagari tertua di ranah Minang.

Di nagari ini termasuk yang terbaik dalam menjaga rumah adat tradisional yang disebut rumah gadang (Bahasa Minang, rumah besar), sehingga sampai sekarang masih dijumpai banyak yang terawat dengan baik. Pada nagari ini juga masih dijumpai surau, yang masih menjadi tempat tinggal komunal untuk pria yang belum menikah.

Dan pada bagian tengah dari nagari ini masih berdiri sebuah masjid tradisional yang cukup besar yang diperkirakan sudah ada di awal abad kesembilan belas, di mana pada masjid tersebut terdapat tempat mandi umum berair panas yang masih digunakan sampai sekarang. Di Nagari ini juga terdapat situs cagar budaya baru Tungku Tigo Sajarangan.

Pada Mei 2012, Nagari (desa) Pariangan terpilih sebagai salah satu dari lima desa terindah di dunia versi Budget Travel, sebuah majalah pariwisata internasional.

7. Desa Adat Sade, Lombok Tengah



Desa Adat Sade, Lombok Tengah

Sade adalah salah satu dusun di desa Rembitan, Pujut, Lombok Tengah. Dusun ini dikenal sebagai dusun yang mempertahankan adat suku Sasak. Suku Sasak Sade sudah terkenal di telinga wisatawan yang datang ke Lombok. Ya, Dinas Pariwisata setempat memang menjadikan Sade sebagai desa wisata. Ini karena keunikan Desa Sade dan suku Sasak yang jadi penghuninya.

Sebagai desa wisata, Sade punya keunikan tersendiri. Bisa dibilang, Sade adalah cerminan suku asli Sasak Lombok. Yah, walaupun listrik dan program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dari pemerintah sudah masuk ke sana, Desa Sade masih menyuguhkan suasana perkampungan asli pribumi Lombok.

Hal itu bisa dilihat dari bangunan rumah yang terkesan sangat tradisional. Atapnya dari ijuk, kuda-kuda atapnya memakai bambu tanpa paku, tembok dari anyaman bambu, dan langsung beralaskan tanah.

Uniknya, warga desa punya kebiasaan khas yaitu mengepel lantai menggunakan kotoran kerbau. Jaman dahulu ketika belum ada plester semen, orang Sasak Sade mengoleskan kotoran kerbau di alas rumah. Sekarang sebagian dari kami sudah bikin plester semen dulu, baru kemudian kami olesi kotoran kerbau.

Konon, dengan cara begitu lantai rumah dipercaya lebih hangat dan dijauhi nyamuk. Bayangkan saja, kotoran itu tidak dicampur apa pun kecuali sedikit air.

8. Desa Adat Simarasa, Sukabumi



Desa Adat Simarasa, Sukabumi

Sirnarasa adalah desa di kecamatan Cikakak, Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia. Berjarak kurang lebih 30 km dari Kota Palabuhanratu, 

Sirnarasa merupakan salah satu desa tradisional Sunda yang masih memegang adat dengan kuat. Secara budaya, Sirnarasa termasuk ke dalam wilayah Kasepuhan Ciptagelar, wilayah adat Banten Kidul. Di wilayah adat Kasepuhan ini, banyak kegiatan-kegiatan pertanian –terutama yang terkait dengan budidaya padi– yang harus mengikuti ketentuan-ketentuan adat. Salah satu upacara besar yang menarik perhatian publik, bahkan sering dianggap sebagai atraksi wisata kultural yang langka, adalah kegiatan Seren Taun sebagai perwujudan rasa terima kasih petani atas karunia Tuhan berupa keberhasilan panen. Seren Taun biasanya diselenggarakan di sekitar bulan Juli-Agustus. 

9. Desa Adat Toraja Sillanan


Desa Adat Toraja Sillanan

Sillanan adalah nama sebuah perkampungan tradisional masyarakat Toraja. Di tempat ini terdapat bangunan-bangunan megalit berupa menhir maupun kubur batuyang berkaitan dengan tradisi dan upacara-upacara adat masyarakat Toraja yang hingga kini masih diselenggarakan. Dari upacara-upacara adat itu, wisatawan akan mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan peranan peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut terhadap kehidupan masyarakat setempat. Beberapa rumah tongkonan dan lumbung padi yang berusia sangat tua pun masih bisa ditemukan di sini, sementara beberapa diantaranya sudah direnovasi akibat termakan usia.

10. Desa Adat Wai Rebo, NTT


Desa Adat Wai Rebo, NTT

Wae Rebo adalah sebuah desa adat terpencil dan misterius di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Di kampung ini hanya terdapat 7 rumah utama atau yang disebut sebagai Mbaru Niang. Menurut legenda masyarakatnya, nenek moyang mereka berasal dari Minangkabau, Sumatera.

Banyak wisatawan maupun peneliti yang berlama-lama di Wae Rebo untuk mencari tahu asal-muasal dan keunikan dari arsitektur yang ada di sana. Daya tarik lain tentu saja, masyakarat yang sangat terbuka namun kental adat, juga panorama yang tak pernah habis pesona.

Bagi para penggemar wisata alam ataupun wisata budaya, Mengenal 10 Desa Adat diatas  bisa dijadikan sebagai alternatif destinasi wisata terbaik di Indonesia dan tentunya masih banyak lagi desa-desa adat terbaik lainnya yang ada di Indonesia yang belum kami sajikan buat Anda..

 

0 comments: